Dalam dunia media perfilman Indonesia memang sangat kurang perhatian dengan
dunia sensor. Terkadang ada saja film yang tanpa sensor tayang di stasiun
televisi swasta. Dengan kecerobohan karena kurang kontrolnya sensor ini
menyebabkan para netizen komentar dimana-mana. Dan akhirnya mengurangi rating
film tersebut. Bahkan ada yang sampai dituntut untuk dibubarkan.
Dunia film tanpa sensor bagai santan kelapa tanpa disaring. Karena film tak
pernah tahu ada saja yang senonoh masuk didalamnya. Baik adegan, ucapan, bahkan
pakaian sang pemain filmnya.
Entah siapa yang akan disalahkan. Sebenarnya, film merupakan
salah satu inspirasi hidup dari seseorang untuk orang lain. Tentu dalam hal
kebaikannya. Sebagai contoh cerita berihkmah bagi anak-anak. Dengan dunia yang
zaman semakin menggilanya, anak-anak sekarang lebih suka diajak nonton film disbanding
mendengarkan cerita ibunya.
Saat itulah, film akrtun berhikmah akan memerankan tugasnya
sebagai contoh untuk hidup anak-anak. Jika mereka tidak dapat memahami isi film
kartun anak, maka seorang ibu harus bisa menjelaskan pada anaknya bahwa film ini
mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama misalkan.
Budaya sensor film kartun anak di stasiun televise ini masih
sangat kurang dalam hal ketatnya. Karena masih saja ada film kartun yang tayang
dengan adegan mesum. Sudah banyak orang mengetahui film kartun yang beragam,
terutama film yang berbau seksualitas. Kini, apa yang mereka lakukan selama
kerja kantor untuk sensor? Mengapa masih saja kecolongan dengan film-film yang
tak pantas untuk anak-anak tahu.
Di dalam dunia film, ada sebuah hormon motorik yang akan meresap
ke dalam otak manusia. Kemudian dia akan menyaring apa-apa yang masuk melalui
mata dan telinganya. Ketika itu, otak akan bekerja tentang apa yang akan
didapat dari penglihatan dan pendengarannya. Karena respontivenya seseorang
akan terjadi saat itu juga.
Factor penyebab itulah yang akan menghasilkan karakter
seseorang yang telah menonton film. Sehingga menjadikan baik buruknya apa yang
akan dilakukan seseorang setelah menonton film adalah sesuai dengan apa yang ia
tonton. Oleh karenanya, sesuatu yang buruk terjadi pada anak bisa jadi dari
hasil tontonan yang kurang baik.
Sebagai media sensor, maka alangkah baiknya jika aka nada film
yang akan tayang di sensor dengan baik, benar dan tepat. Budaya ini menjadi
baik bai kita semua. Agar muda-mudi kita tidak terhanyut dengan film
non-sensor.
Sebagai usulan juga untuk para pekerja di bidang sensor. Agar
budaya baik Indonesia dengan nilai ketimurannya lebih baik ditanamkan di
film-film anak. Daripada film-film yang kurang bermutu masih tayang dengan
seenaknya saja. Padahal, dengan adanya film yang memotivasi tersebut akan
membuat anak-anak juga termotivasi. Seperti halnya film Laskar Pelangi yang
pernah buming di negri kita ini. Semoga bermanfaat. Terimakasih Lembaga Sensor
Film. #AyoSensorMandiri