PENDAHULUAN
Adzan dan iqamah
sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dikumandangkan sebagai tanda sudah
masuknya waktu sholat. Adzan dan iqamah dikumandangkan oleh seorang muadzin. Yang mana kebanyakan muadzin
ini adalah laki-laki. Mengapa tidak pernah terdengar seorang wanita mengumandangkan
adzan? Bagaimana sebenarnya hukum adzan bagi wanita? Bagaimana pula hukum
iqamah baginya? Berikut akan dipaparkan
penjelasan tentang permasalahan diatas.
Pengertian
adzan dan iqamah
1.
Adzan
Secara istilah:
pemberitahuan waktu sholat dengan lafadz yag khusus.[3]
Pengertian
adzan menurut para imam madzhab, diantaranya:
a.
Malikiyah: Pemberitahuan waktu
sholat dengan lafadz-lafadz yang khusus.
b.
Hanafiyah: Pemberitahuan yang
khusus didalam waktu khusus.
c.
Syafi’iyah: Perkataan yang khusus
diketahui dengannya waktu sholat wajib.
d.
Hanabilah: Lafadz yang diketahui
dan disyari’atkan dalam waktu-waktu sholat untuk memberitahukan waktunya atau
memberitahu masuk atau dekatnya waktu sholat.[4]
2.
Iqomah
Secara bahasa:
Berasal dari kata dasar aqama, artinya orang yang menegakkan sesuatu,
yakni jika ia meluruskan sesuatu tersebut.[5]
Secara istilah:
Ibadah kepada Allah SWT dengan mengucapkan lafadz-lafadz tertentu untuk memulai
mendirikan sholat.[6]
Pemberitahuan untuk berdiri ketika sholat dengan lafadz yang khusus.[7]
Dalil adzan
dan iqamah bagi wanita
Tidak disebutkan dalil yang shohih
diwajibkannya adzan bagi wanita. Begitu juga sebaliknya, tidak terdapat dalil
yang melarang hal tersebut. Dan ini sebagian dalil atsar yang disebutkan
beserta sebagian pendapat para ulama.
1.
Dalil dari as-Sunnah
عن أمِّ ورقة الأنصارية:
أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم جغل لها مؤذنّا يؤذّن لها, وأمرها أن تؤمّ أهل دارها (رواه أحمد و أبى داود)
“Dari Ummu Waraqah ra. Al-Anshariyah[8]:
Bahwa Rasulullah SAW mengangkat seorang muadzin yang menyerukan adzan untuknya,
dan beliau mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam keluarganya” ( HR. Imam Ahmad
dan Abu Daud )
عن وهب بن كيسان قال : سئل
ابن عمر هل على النساء أذان فغضب قال : أنهى عن ذكر الله ؟ (رواه ابن أبي شيبة في
سند حسن)
“Dari Wahab bin Kayisan berkata: Ibnu Umar ditanya: “Apakah atas wanita
adzan?” Marahkah Ibnu Umar (mendengar perkataan itu), lalu ia berkata: “Apakah
pantas aku melarang dari mengingat Allah?.” ( HR. OIbnu Abi Syaibah dengan
sanad hasan)
2. Dari Atsar
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra. Bahwasannya dia berkata: Diperbolehkan
iqamat bagi wanita jika ia menghendaki.
3. Dari Qiyas
a. Pada dasarnya adzan disyari’atkan bagi
laki-laki sebagai pemberitahuan, dan tidak disyari’atkan bagi wanita.
b. Adzan disyari’atkan untuk meninggikan suara
dan wanita tidak disyari’atkan meninggikan suara karena didalamnya terdapat
fitnah.[9]
Hukum Adzan
dan Iqamah Bagi Wanita
Adzan sama
sekali bukan hak wanita, tidak boleh bagi wanita untuk mengumandangkan adzan,
karena adzan termasuk perkara-perkara yang zhahir dan ditampakkan.[10]
Wanita tidak
diwajibkan untuk mengumandangkan adzan ataupun iqamah. Seperi itulah yang
dikatakan Ibnu Umar, Anas, Sa’id bin Al Musayyab, Al Hasan, Ibnu Sirrin,
An-Nakha’I, At- Tsauri, Malik, Abu Tsaur, Ashab Ar-Ra’yi.[11]
Adzan yang
dilakukan untuk pelaksanaan shalat wanita dimakruhkan menurut 3 imam kecuali
Syafi’i. Imam Syafi’I berkata, “Adzan bagi wanita jika
terjadi di kalangan pria dimakruhkan, jika terjadi dikalangan wanita adalah
batil, diharamkan jika bertujuan untuk menyerupai laki-laki, adapun jika tidak
bertujuan demikian maka hukumnya batil, dan tidak dimakruhkan jika tidak
meninggikan suaranya.”[12]
Disunahkan bagi kaum wanita melaksanakan
iqamah dan tidak untuk adzan,[13]
karena adzan adalah pemberitahuan untuk manusia, dan fitnah wanita menyebabkan
kematian.[14]
Jumhur fuqaha telah
bersepakat bahwasannya tidak ada adzan dan iqamah bagi wanita. Begitu juga
adzan dan iqamah mereka untuk jamaah wanita atau sendiri. Adapun adzan dan
iqamah untuk jamaah wanita atau sendirinya, para fuqaha telah berbeda pendapat
tentang hokum tersebut. Dalam kitab Ahkam wan Nidaa wal Iqamah terdapat
empat pendapat, yaitu:
Pendapat pertama: Dimakruhkan bagi
wanita adzan dan iqamah menrut madzhab Hanafiyah, sebagian pendapat Malikiyah, begitupun
pendapat Syafi’iyah dan madzab Hanabilah. Dan makruh menurut Malikiyah disini
tidak sampai pelarangan, dan sebagian Hanabilah menjelaskan tidak ada
keshahihan adzan dan iqamah bagi mereka.
Pendapat kedua: Dimakruhkan bagi
wanita adzan, dan disunnahkan iqamah. Ini pendapat masyhur dan mu’tamad[15]
menurut madzab Malikiyah. Sah menurut Syafi’iyah dan diriwayatkan oleh
Hanabilah.
Akan tetapi, Imam Syafi’I mengecualikan
apabila wanita adzan dan tidak mengangkat suaranya maka tidak makruh,
bahwasannya itu merupakan dzikir kepada Alloh SWT., apabila wanita mengangkat suaranya ketika
adzan kemudian didengar oleh laki-laki ajnabi[16]
hukumnya haram.
Pendapat ketiga: Disunnahkan bagi
wanita adzan dan iqamah tanpa mengangkat suara, ini merupakan pendapat Syafi’iyah.
Adapun menurut Hanabilah ada 2 pendapat yaitu:
1. Mutlak
2. Dengan merendahkan suara
Pendapat keempat: Diperbolehkan bagi
wanita adzan dan iqamah dengan merendahkan suara, ini merupakan riwayat dari
Hanabilah.[17]
Pendapat yang rojih
Yaitu pendapat keempat yang memperbolehkan dan tidak disunnahkan bagi
wanita adzan begitu pula iqamah, disebabkan oleh:
1. Telah jelas disyari’atkannya adzan yaitu
sebagai pemberitahuan bagi manusia agar berkumpul untuk sholat. Adapun wanita
tidak tertuntut untuk memenuhi panggilan adzan ketika mendengarnya, dan yang
lebih utama bagi wanita adalah sholat dirumahnya. Oleh karena itu tidak
disunnahkan bagi wanita adzan dan iqamah
2. Nabi
tidak memberitahukan bahwa disunnahkannya adzan dan iqamah bagi wanita atau
mempelajarinya. Walaupun adzan dan iqamah merupakan syari’at pada hakikatnya
untuk dipelajari sebagaimana mempelajari cara mandi haid dan janabah.
3. Pendapat keempat merupakan pendapat
sebagian sahabat.
PENUTUP
Hukum adzan dan iqamah bagi wanita menurut pendapat yang rajih
diperbolehkan jika wanita itu berada ditengah-tengah jama’ah wanita dan tidak
ada laki-laki. Karena apabila suara adzan seorang wanita didengar oleh
laki-laki ajnabi akan menimbulkan fitnah. Serta tidak ada satupun dalil yang
menyebutkan tentang diperbolehkan adzan bagi wanita dan begitu juga larangan
baginya. Wallahu a’lam bish showab.
REFERENSI
Al-Adawy, Musthofa. 2008.
Jami’ Ahkaamun Nisa’. Jilid. 1. Cet. 1. Mesir: Dar Ibnu ‘Affan
Al-Andalusi, Ibnu Hazm.
2003. Al-Muhalla bil Atsar. Jilid. 2. Cet. 1. Beirut: Dar Al-Kutub
Al-IlmiyaH
Al-Hazimy, Sami Faroj
‘Abdu. 1425 H. Ahkam Al-Adzan Wan-Nidaa Wal Iqomah. Cet. 1. Dar Ibnu
Al-Jauzi
Al-Jaziry, Abdurrohman.
2003. Kitab Al-Fiqh ‘ala Madzab Al-Arba’ah. Jilid.1 Dar At-Taqwa
Al-‘Umroni, Abi Al-Khoir.
2009. Al-Bayan Fi Syarh Al-Muhazzab. Jilid. 1. Cet. 1. Beirut: Dar
Al-Fikr
Az-Zuhaili, Wahbah. 2005.
Al-Wajiz. Jilid. 1. Cet. 1. Damaskus: Dar Al-Fikri
Ibnu Qudamah. 2007. Al-Mughni.
Terj. Ahmad Hotib, Fathurrahman. Jilid. 1. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Azzam
Dr. Az-Zuhaili, Muhammad.
1992 M. Al-Muhadzib fi fiqhil imam Syafi’i. Cet. 1. Damaskus: Dar
Al-Qolam. Bairut: Dar As-Syamiyah
Salim, Abu Malik Kamal
bin As-Sayyid. 2011 M. Shohih Fiqih Sunnah. Jilid. 1. Cet. 6. Jakarta:
Pustaka At-Tazkia
Syaikh, Asy-, Muhammad
bin Ibrahim, dkk. 2001 M. Fatwa-Fatwa Tentang Wanita. Jakarta: Dar Haq
Unais, Ibrahim, dkk.
1972M. Al-Majmu’ Al-Wasith. Cet. 2. Kairo
[1] Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Shohih
fiqih sunnah.jilid 1 hal 270.Doktor Wahbah Az-Zuhaili, Al-Wajiiz,, jilid
1 hal 143. Doktor Wahbah Az-Zuhaili, fiqhislam wa adillatuhu jilid 1 hal
533, Abdurrahman Al-Jazairy, Kitab Fiqh ‘ala Madzhab Arba’ah, jilid 1,
hal. 281
[2] Ibrohim Unais dkk, Mu’jamul Wasith,hal
31, Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 1, hal. 659
[3] Doktor Wahbah Az-Zuhaili, Al-Wajiiz,, jilid
1 hal 143. Al ‘Umrani, Al-Bayan fi Syarh Al-Muhaddzab, jilid 1, hal. 247
[4] Sami bin Faroj Al- Hazimi, Ahkaamul Azan
wan Nida’ wal Iqomah hal 24
[5] Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Shohih
fiqih sunnah.jilid 1 hal 270
[6] ibid
[7] Sami bin Faroj Al- Hazimi, Ahkaamul Azan
wan Nida’ wal Iqomah hal 25
[8] Yaitu Ummu Waraqah bin Harits bin Amru bin
Abdillah bin Al-Harits bin ‘Uwaimiro bin Naufal Al-Anshariyah
[9]
Sami bin Faroj Al- Hazimi, Ahkaamul Adzan
wan Nidaa wal Iqomah hal 354, Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 2,
hal.80, Musthafa Al-‘Adawy, Jaami’ Ahkam An-Nisaa, jilid 1, hal.243
[10]Amir bin Yahya Al Wazan, Fatwa-fatwa
tentang wanita, jilid.1 hal.117
[11] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 1
hal.693
[13]
Dr. Wahbah Az-Zuhaily, Al-Wajiz, hal 146
[14] Muhammad bin Al-Farrai Al-Baghawi, At-Tadzhib
fi Fiqh Imam Syafi’i, jilid 2, hal.47
[15] Jelas, dapat dipecaya.
[16] Orang asing bukan muhrim
[17] Sami bin Faroj Al- Hazimi, Ahkaamul Azan
wan Nida’ wal Iqomah hal 351 - 352
Tidak ada komentar:
Posting Komentar